Ada banyak sekali opini yang berseliweran mengenai Millennials dan cara terbaik menargetkan mereka sebagai konsumer bisnis kita. Kebanyakan dari opini mengenai Millennials sangat mudah melabeli Millennials dan menarik kesimpulan sepihak. Padahal, melakukan hal seperti ini tanpa riset terhadap konsumer potensial nyata dengan kelompok usia kelahiran tahun akhir 80an hingga awal 2000an akan sangat merugikan bisnis Anda.
Berikut ini beberapa anggapan salah yang sebaiknya mulai Anda perhatikan dan tidak percaya begitu saja secara mentah-mentah.
1. Millennials bukanlah anggota tim yang loyal
Millennials sering sekali dilabeli sebagai generasi narsis yang hanya peduli pada dirinya sendiri dan memiliki banyak sekali tuntutan dan tidak mampu berkomitmen. Memang benar para anggota tim yang merupakan golongan Millennials sangat siap dan berani “melompat” dari jenjang karir satu ke karir lain. Meski begitu, hal ini tidak berbeda dari generasi lain. Sama saja dengan generasi di atas usia Millennials, dalam usia 20an generasi X atau mereka yang lahir di bawah tahun 1989an juga mengaku mau bertahan di suatu perusahaan hanya selama 3 tahun saja, sesuai dengan survey oleh Deloitte. Semua orang yang masih muda akan memiliki kecenderungan demikian dan tidak hanya Millennials.
2. Millennials merupakan sosok yang hanya memikirkan dan memuja diri sendiri alias narsis
Semua media dan informasi seringkali menunjuk pada betapa narsisnya generasi Millennials. Pelabelan sepihak ini membuat Millennials cenderung menilai dirinya lebih rendah dibandingkan dengan generasi lainnya sebelum Millennials. Hanya segelintir saja kaum Millennials yang menganggap diri mereka pekerja keras dan bertanggung jawab, yaitu hanya sekitar 36% dan 24% masing-masing. Padahal, riset membuktikan bahwa 70% kaum Millennials merupakan generasi yang murah hati dan sangat interaktif. Mereka peduli terhadap gerakan-gerakan positif dan berjiwa sosial tinggi.
3. Millennials merupakan generasi pemalas
Mitos lainnya mengenai Millennials adalah bahwa kaum ini merupakan kaum pemalas. Padahal, sebuah investigasi yang dilakukan di Amerika pada generasi Millennials-nya menunjukkan bahwa sebanyak 43% dari kaum ini merupakan generasi yang paling jarang mengambil jatah cuti karena perasaan bersalah, gengsi hingga takut akan digantikan. Rasa kompetitif yang besar dan keinginan untuk mengalami lompat karir secepat mungkin merupakan pendorong Millennials jarang mengambil cuti.
4. Millennials tidak menyukai dan tidak mau bekerja dari jam 9 pagi ke jam 5 sore
Anggapan salah lainnya mengenai Millennials adalah adanya anggapan bahwa mereka menganggap diri mereka spesial sehingga tidak layak melakoni kerja kantoran yang mengharuskan duduk di dalam kubikel kerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Ketidaksabaran yang dianggap masyarakat dimiliki oleh kaum Millennials membuat banyak orang menganggap mereka cenderung ingin menjadi penemu Facebook atau Snapchat berikutnya dan berusaha mendapatkan dana untuk membangun bisnis gila ide mereka lewat situs-situs pendanaan publik atau crowdfunding. Memang benar banyak Millennials memiliki pola pikir memulai bisnis mereka sendiri jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Meski begitu, bukan berarti Millennials tidak mampu berkomitmen dalam pekerjaan kantoran.
5. Millennials tidak puas bekerja tanpa tersedianya makanan, meja ping pong, kursi bean bag, promosi yang sering terjadi serta kesempatan untuk berolahraga
Menilai dari kantor Google yang menjadi impian banyak Millennials karena adanya makanan gratis, waktu liburan tak berbatas serta kantor yang memungkinkan membawa binatang peliharaan, banyak perusahaan yang menargetkan anggota tim Millennials secara kreatif memikirkan kantor seperti apa yang akan membuat kaum Millennials betah. Karenanya, muncul pula anggapan bahwa Millennials merupakan generasi yang tidak pernah puas. Padahal, Millennials dan hal-hal yang menurut mereka penting sebenarnya tidak jauh berbeda dari generasi sebelumnya, di mana mereka mengharapkan adanya interaksi satu dengan yang lain, adanya rasa memiliki pada perusahaan tempat mereka bekerja, adanya rasa dihargai sehingga bisa menghargai kepemimpinan dalam perusahaan dan adanya dorongan untuk merekomendasikan tempat kerja ke rekan mereka.
Mana saja mitos yang selama ini Anda percayai mengenai Millennials?